Lihatlah, disana ada sosok Luqman Sang Bijak ( al-Hakim ) yang dengan sepenuh kasih menyapa anaknya, Yaa Bunayya... "Duhai Ananda tercinta...!" Lalu ia perintahkan sang buah hati untuk mengabdi kepada Alloh semata, mendirikan shalat, berbakti kepada kedua orangtuanya, beramar makruf dan nahi mungkar serta bersabar, tidak berlaku congkak dan merendahkan hati dalam bergaul dengan manusia.
Perhatikan pula, ada Sang Kekasih Alloh ( Khaliilullooh ), Ibrahim 'alaihissalaam. Ia berbincang sepenuh sayang kepada permata jiwanya, Isma'il 'alaihissalaam, Yaa Bunayya... "Duhai Ananda tercinta..!". Lalu ia sampaikan betapa ia melihat dalam mimpinya, perintah Alloh untuk menyembelih dirinya. Lalu ia meminta putra tercintanya untuk memikirkan sepenuh perenungan untuk kemudian mengemukakan pendapatnya. Dan Ismail adalah buah dari kesabaran tak terungkapkan dari ayah luar biasa, Sang Kekasih Alloh, sehingga ia pun tumbuh menjadi pribadi yang luar biasa pula kesabarannya. Yaa Abatii... "Duhai Ayahanda tercinta…!" Laksanakan saja apa yang Alloh perintahkan, insyaAllooh Ayahanda akan mendapati Ananda menjadi bagian dari para hamba yang bersabar mematuhi-Nya…!".
Cermatilah pula pada kesempatan berbeda, Utusan Alloh, Ya'qub 'alaihissalaam, berpesan sebelum ajal menjemputnya. "Duhai anak-anakku, siapa yang hendak selalu kalian sembah sepeninggalku nanti?" Ia adalah putra Nabiyullah Ishaq, satu diantara putra Nabi Ibrahim 'alaihissalaam. Maka layaklah Ibrahim 'alaihissalaam digelari Abul Anbiyaa' (Ayahanda Para Nabi), karena darinya para utusan Ar-Rahmaan diutus dan dihadirkan. Bahkan Khatimul Anbiyaa' (Penutup Para Nabi) dan Sayyidul Anbiyaa' wal-Mursaliin (Penghulu Para Nabi dan Utusan), tidak lain ialah Nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wasallam adalah keturunan Ayahanda Para Nabi yang mulia ini.
Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam ini pun tak melewatkan pesan emasnya, Muruu aulaadakum bish-sholaah… "Perintahkanlah anak-anak kalian untuk menegakkan shalat…!". Pada satu kesempatan beliau memboncengkan seorang anak, Abdullah Ibnu 'Abbas radhiyalloohu 'anhumaa, sembari berwasiat kepadanya, Yaa Ghulaam… "Duhai Anak…!" Jagalah Alloh, maka Dia akan menjagamu...!" Dan anak ini di kemudian hari tumbuh menjadi ulama luar biasa di usia yang masih belia. Dia menjadi buah dari tarbiyah Rasulullah Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dan doa beliau: Alloohumma faqqih-hu fid-diin wa 'allimhut-ta'wiil... "Ya Alloh, karuniakanlh kepadanya pemahaman agama yang mendalam dan ajarkanlah kepadanya ilmu tafsir...!"
Tak semata sosok para Ayah. Tak kalah hebatnya, deretan para Ibu yang dengan keteguhan melampaui nalar telah sukses pula mendidik keturunannya. Ada Ibunda Maryam, dengan ketekunan ibadah dan kelembutan hatinya telah men-tarbiyah 'Isa 'alaihissalaam. Sejak dalam buaian bahkan, ia telah menyatakan hakikat dirinya sebagai Utusan Alloh. Ia bela kehormatan Ibundanya dari lontaran fitnah dusta kaumnya yang durhaka kepada Rabb -nya.
Ada pula pribadi mulia Asiyah. Ia bahkan istri dari Raja Durjana yang bahkan mengkultuskan dirinya sebagai Tuhan, Fir'aun. Di tengah suami, keluarga dan kerajaan yang sepenuhnya berlaku zhalim, ia begitu teguh dalam mempertahankan iman dan sebagai ibu tiri, ia membesarkan Musa 'alaihissalaam yang kemudian menjadi Nabi utusan Alloh Subhanahu wa Ta'ala.
Tentu saja Ibunda kandung Musa 'alaihissalaam, meski tak disebut namanya, tak kurang keteguhannya dalam mendidik putra tercintanya. Ia harus bersabar melaksanakan perintah Alloh untuk melepas anaknya di aliran sungai, dan menahan rindu yang tak terbayang beratnya.
Sepanjang sejarah, tak terhitung para ayah dan bunda yang kesabaran mereka melampaui usia hidupnya, telah mewujudkan pribadi-pribadi luar biasa yang menyejarah dengan keteguhan iman, ketekunan ibadah dan kemuliaan akhlaknya. Mereka telah mendidik dirinya dengan mendidik anak-anaknya. Maka, mendidik anak tak lain adalah mendidik diri sendiri. Lalu semesta menjadi saksi kebaikan dan kemuliaan yang Alloh karuniakan kepada para pribadi yang luar biasa itu.
Yayasan Nurul Jannah Al-Firdaus Yogyakarta berupaya meneladani kemuliaan sejarah itu dengan menjadi bagian dari pihak yang mendidik diri dan mendidik generasi. Mudah-mudahan Alloh Subhanahu wa Ta'ala senantiasa membersamai, mendidik dan membimbing kita semua. Dialah Murabbi Sejati, Pendidik Alam Semesta. Aamiin …
Yogyakarta, Desember 2022
Ustadz Sigit Yulianta, S.T., M.S.I.