Penulis Kitab "Falsafah al-Tarbiyah al-Islāmiyyah: Dirāsah Muqāranah baina Falsafah al-Tarbiyah al-Islāmiyyah wa al-Falsafāt al-Tarbawiyyah al-Mu’āshirah"
“Pendidikan Islam sebagai Solusi Memberantas Kebodohan”
اِقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِيْ خَلَقَ (١) خَلَقَ الْاِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ (٢) اِقْرَأْ وَرَبُّكَ الْاَكْرَمُ (٣) الَّذِيْ عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (٤) عَلَّمَ الْاِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ (٥)
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS. Al-'Alaq: 1-5)
Ayat di atas adalah wahyu pertama yang diturunkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ketika beliau bertahanuts di dalam gua Hira, yaitu meresahkan dan memikirkan segala kebobrokan peradaban manusia di kala itu, serta mencari inspirasi dan formula untuk menyelesaikan segala permasalahan yang ada. Pada saat itulah, Allah mendatangkan risalah Islam dan memilih utusan-Nya untuk menumpaskan kebatilan dan menerangi dengan cahaya petunjuk-Nya.
Ayat ini menjadi landasan utama bahwa Islam membawa pendidikan sebagai solusi atas segala keresahan yang kita rasakan atas peliknya kebobrokan moral yang terjadi saat ini. Dari ayat ini kita memahami pentingnya proses pembelajaran, yaitu membaca dan menuntut ilmu pengetahuan dengan mengagungkan nama Allah Ta'ala. Pengagungan Allah hanya dapat dilakukan ketika seseorang beriman dan mengenal Allah. Inilah yang hilang dari pendidikan kita.
Kejahiliahan masih menjadi topik yang relevan untuk dimaknai sebagai sumber dari segala sebab permasalahan. Jahiliah adalah segala produk kehidupan yang mencakup pola pikir, perilaku, dan gaya hidup yang bersumber dari pengetahuan yang tidak benar. Kebenaran absolut ini telah Allah titahkan sebagai pondasi ilmu, iman, dan amal manusia melalui firman-Nya di dalam Al-Qur'an dan juga sunnah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
Islam telah terbukti mampu mengentaskan kejahiliahan dan membawa umatnya menjadi manusia pemimpin peradaban selama lebih dari satu abad. Maka, runtuhnya kekhilafahan Turki Utsmani menjadi tanda padamnya cahaya Islam. Hal ini sekaligus menunjukkan permulaan hegemoni Barat menginvasi dunia. Namun, segala sistem dan tolak ukur Barat belum juga mampu mengantarkan peradaban manusia yang jaya, makmur, dan gemilang sebagaimana zaman saat Islam memimpin peradaban.
“Al-Qur'an sebagai Sumber Ilmu”
... وَنَزَّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتٰبَ تِبْيَانًا لِّكُلِّ شَيْءٍ وَّهُدًى وَّرَحْمَةً وَّبُشْرٰى لِلْمُسْلِمِيْنَ (٨٩)
"... Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar gembira bagi orang-orang yang berserah diri." (QS. An-Nahl: 89)
Ibnu Mas'ud menjelaskan bahwa di dalam Al-Qur'an meliputi semua ilmu yang bermanfaat, berkaitan dengan berita yang terdahulu dan pengetahuan tentang masa mendatang. Disebutkan pula semua perkara halal dan haram, serta segala sesuatu yang diperlukan oleh manusia dalam urusan dunia, agama, penghidupan, dan akhiratnya (Tafsir Ibnu Katsir)
Kesalahan fatal jika memandang Al-Qur'an sebagai petunjuk dan sumber ilmu, namun mencukupkan diri dengan belajar membaca Al-Qur'an dan menghafalkannya saja. Sementara Al-Qur'an sebagai petunjuk dan sumber ilmu tidaklah berfungsi jika belum dipahami dan dihayati. Selanjutnya, Al-Qur'an membawa rahmat jika ilmunya diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari yang untuk itu diperlukan keimanan dan pemahaman terlebih dahulu.
Isi kandungan Al-Qur'an meliputi aspek akidah, ibadah, akhlak, hukum-hukum syariah, kisah-kisah, dan ilmu pengetahuan. Generasi Qur'ani adalah generasi yang terdorong oleh Al-Qur'an untuk mempelajari segala aspek ilmu yang ada di dalam ayat-ayat Al-Qur'an secara holistik. Karena Al-Qur'an menekankan pentingnya keseimbangan dan integrasi. Maka, dikotomi ilmu Al-Qur'an dari ilmu-ilmu lainnya merupakan sekularisme. Termasuk juga mengutamakan belajar membaca dan menghafalkan Al-Qur'an saja tanpa berusaha mempelajari ilmu-ilmu kandungannya yang holistik dan integral merupakan kelalaian.
“Misi dakwah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam: Al-Qur'an, Penyucian Jiwa, dan Ilmu-Hikmah”
هُوَ الَّذِيْ بَعَثَ فِى الْاُمِّيّٖنَ رَسُوْلًا مِّنْهُمْ يَتْلُوْا عَلَيْهِمْ اٰيٰتِهٖ وَيُزَكِّيْهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَاِنْ كَانُوْا مِنْ قَبْلُ لَفِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ (٢)
"Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata." (QS. Al-Jumu’ah: 2)
Ayat ini menekankan beberapa hal penting tentang misi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam, yaitu (Tafsir Ibnu Katsir):
1- Allah mengutus Rasul:
Allah mengutus Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam kepada kaumnya, kaum Arab yang saat itu mayoritas buta huruf. Ini merupakan salah satu kemukjizatan Al-Qur'an yang Allah turunkan kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam yang juga buta huruf. Maka, bagaimana bisa seorang yang buta huruf menyampaikan Al-Qur'an yang terkandung di dalamnya ilmu yang sangat luar biasa. Itulah mukjizat dari Allah.
2- Pengutusan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan pengabulan doa Nabi Ibrahim ‘alaihissalam yang meminta diutusnya Rasul kepada penduduk Mekah yang membacakan ayat-ayat-Nya, mensucikan, dan mengajarkan Al-Kitab dan hikmah. Allah mengabulkan doa kekasih-Nya dan mengutusnya di saat bumi pada masa itu butuh Rasul karena padamnya cahaya hidayah. Ketika itu Allah murka kepada seluruh penduduk bumi lantaran berada dalam kesesatan kecuali sedikit saja dari kalangan ahli kitab yang masih berpegang teguh pada ajaran Nabi Isa ‘alaihissalam.
3- Membacakan ayat-ayat:
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam diutus untuk membacakan ayat-ayat Allah guna memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang agama.
4- Mensucikan:
Dengan memahamkan ayat-ayat Allah, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam mensucikan kaumnya dari segala kekufuran dan akhlak-akhlak tercela (menyembah berhala, menumpahkan darah, dan memutuskan tali silaturahmi) karena hati yang telah bersih dengan keimanan.
5- Mengajarkan Kitab dan Hikmah:
Rasulullah SAW mengajarkan mereka tentang Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (pemahaman tentang agama dan kehidupan). Malik bin Anas berpendapat bahwa maksud Kitab adalah menulis dengan pena.
Dengan demikian, tahapan mendidik dan mengajarkan yaitu:
1- Membacakan ayat Al-Qur'an dan memahamkan agar mampu diimani anak didik.
2- Menyucikan jiwa anak didik dengan menanamkan keikhlasan beribadah hanya kepada Allah semata. Termasuk dalam menuntut ilmu, yaitu niat yang lurus untuk memahami ilmu Allah agar bertambah keimanan kepada-Nya dan mengetahui petunjuk yang benar dalam beribadah kepada-Nya.
3- Mengajarkan ilmu Al-Qur'an dan sunnah Nabi dengan proses pembelajaran yang mengantarkan kepada kebaikan dan keseimbangan hidup di dunia akhirat.
Apa Kehendak Allah Menciptakan Manusia dan Memberinya Kehidupan di atas Bumi?
1- Hamba Allah
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ (٥٦)
"Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah kepada-Ku." (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Manusia hidup hanyalah untuk menghamba kepada Allah. Manusia akan memperoleh puncak kebahagiaan dan mampu mengaktualisasikan potensi dirinya sebaik-baiknya jika ia menjalani hidup sebagai hamba Allah. Sebaliknya, manusia yang tidak menghamba kepada Allah, hakikatnya ia sedang terbelenggu pada penghambaan selain Allah. Pada fase ini manusia sedang terjajah karena pemujaan hawa nafsunya sendiri.
Menghamba atau beribadah kepada Allah adalah melakukan segala sesuatu yang Allah perintahkan dan menjauhi larangan-Nya sesuai dengan petunjuk-Nya di dalam Al-Qur'an dan sunnah Nabi-Nya, Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam.
2- Menjadi Khalifah Fil Ardh
وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ (٣٠)
"Dan ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, 'Aku akan menjadikan khalifah di bumi.' Mereka berkata, 'Apakah Engkau akan menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di dalamnya, sedangkan kami selalu mensucikan dan memuji Engkau?' Dia berfirman, 'Sungguh, Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui." (QS. Al Baqarah: 30)
Allah Ta'ala berkehendak menciptakan manusia untuk menjadi pemimpin di bumi. Yakni, menjaga bumi dari kerusakan dan memakmurkannya sesuai dengan petunjuk yang Allah berikan. Manusia hanya dapat memakmurkan bumi jika telah menemukan jati dirinya sebagai hamba Allah sehingga ia akan mampu berbuat di atas bumi sesuai dengan aturan-aturan terbaik yang Allah tetapkan. Bumi akan makmur jika dihuni oleh hamba-hamba Allah yang bertakwa.
Nabi Ibrahim ‘alaihissalaam berdoa:
رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ اَزْوَاجِنَا وَذُرِّيّٰتِنَا قُرَّةَ اَعْيُنٍ وَّاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ اِمَامًا
"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami pasangan-pasangan kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami pemimpin bagi orang-orang yang bertakwa". (QS. Al-Furqan: 74)
3- Manusia Hidup untuk Menjalani Ujian
تَبٰرَكَ الَّذِيْ بِيَدِهِ الْمُلْكُ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ (١) الَّذِيْ خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيٰوةَ لِيَبْلُوَكُمْ اَيُّكُمْ اَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْغَفُوْرُ (٢)
"Mahasuci Allah yang di Tangan-Nya (segala) kerajaan, Dan Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Yang Menciptakan mati dan hidup, untuk menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Mahaperkasa, Maha Pengampun." (QS. Al-Mulk: 2)
Kehidupan di dunia bagi manusia telah Allah atur sebagai ujian keimanan. Seberapa berhasil ia menghamba kepada Allah dengan optimalisasi potensi-potensi kebaikan yang Allah berikan dalam beramal shalih dan melaksanakan ketaatan kepada-Nya.
فَاَلْهَمَهَا فُجُوْرَهَا وَتَقْوٰىهَا (٨) قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكّٰىهَا (٩) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسّٰىهَا (١٠)
"lalu Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikannya (jiwa itu) dan sungguh rugi orang yang mengotorinya" (QS. Asy-Syams: 8-10)
Semakin beruntung manusia yang hidupnya selalu menyucikan jiwanya sehingga memperkuat ketakwaannya. Semakin rugi manusia yang mengotori jiwanya sehingga memperkuat hawa nafsunya.
4- Indikator Kesuksesan Manusia
وَالْعَصْرِ (١) اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ (٢) اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ (٣)
"Demi masa. Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal saleh serta saling menasihati untuk kebenaran dan kesabaran." (QS. Al-Ashr: 1-3)
Karakteristik manusia yang menghargai tinggi waktu hidupnya, antara lain:
Beriman, beramal shalih, saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran.
● Beriman:
Manusia beriman kepada Allah artinya manusia tersebut telah menemukan jati dirinya yang sebenarnya. Manusia beriman akan mampu mengendalikan hawa nafsunya.
● Beramal shalih:
Manusia beriman selanjutnya akan mengaktualisasikan dirinya dan mensyukuri setiap waktu hidupnya dengan melakukan amal-amal shalih. Ia memahami bahwa setiap detik waktu hidupnya merupakan kesempatan berharga yang harus dimanfaatkan sebaik-baiknya agar bernilai besar di hadapan Allah dan mengantarkan kepada keridhaan Allah. Ada 70 cabang keimanan yang perlu diamalkan untuk mencapai kesempurnaan dalam berislam.
● Saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran:
Pada tahap selanjutnya, keimanan haruslah mendorong manusia menjadi pribadi yang berkontribusi pada ranah sosial masyarakat. Mereka memiliki semangat dakwah dengan kecintaan dan kepeduliannya akan sesama umat manusia dalam rangka peribadatan kepada Allah.
Perwujudannya:
● Saling berwasiat dalam kebenaran, yakni agar konsisten dan tetap teguh dalam keimanan kepada Allah dan menjalankan syariat sesuai aturan Allah.
● Saling berwasiat dalam kesabaran, yakni agar senantiasa bersabar menjalankan tugas sebagai hamba Allah dengan kesungguhan dan tawakkal kepada Allah.
Kata ‘Watawashaw’ menunjukkan plural atau jamak. Allah memerintahkan untuk menjaga keutuhan dan persatuan umat Islam agar manusia menjadi kaum yang beruntung dan tidak merugi. Maka, kaum beriman bukanlah mereka yang egois dengan memikirkan hidupnya masing-masing dan merasa aman sendiri. Namun, Allah memerintahkan orang-orang beriman untuk saling berwasiat dalam kebenaran dan kesabaran, bersatupadu dalam ketaatan dan ketakwaan. Mustahil muncul kata ‘saling’ tanpa ada kepedulian dan persatuan sosial.
Jika pesan Allah dalam surah Al-’Ashr tersebut dapat diimplementasikan dengan sungguh-sungguh dalam konsep pendidikan, tak terbayang bagaimana makmurnya bumi dipenuhi kaum yang Allah janjikan keberuntungan dalam hidupnya.
Pendidikan harus mampu mencetak manusia dengan standar minimal yang Allah terangkan di dalam surah Al-'Ashr yang berkaitan pula dengan ayat-ayat lainnya di dalam Al-Qur'an yang mengandung paradigma pendidikan.